
Itu semua adalah beberapa contoh dari berjuta cinta yang ada. Meskipun kesan yang banyak dipahami orang tentang cinta, identik dengan apa yang terjadi antara seorang pemudi dan pemuda. Padahal cinta tak hanya sebatas itu saja.
Ternyata masalah cinta memang tidak sederhana. Ada cinta yang
bernilai agung lagi utama, namun ada pula cinta yang haram dan tercela.
Cinta sendiri kalau dilihat menurut islam, maka dapat dikategorikan
menjadi tiga bentuk. Kita semestinya tahu tentang model cinta tersebut
untuk kemudian mampu memilih mana cinta yang mesti kita lekatkan di
hati, mana pula cinta yang mesti kita tinggalkan sejauh-jauhnya.
Cinta kepada Allah
Cinta model ini adalah cinta yang paling utama. Bahkan kata ulama kita, cinta kepada Allah adalah pokok dari iman dan tauhid seorang hamba. Karena memang Allah sajalah satu-satunya dzat yang patut diberikan rasa cinta.
Cinta model ini adalah cinta yang paling utama. Bahkan kata ulama kita, cinta kepada Allah adalah pokok dari iman dan tauhid seorang hamba. Karena memang Allah sajalah satu-satunya dzat yang patut diberikan rasa cinta.
Segala cinta, kalau kita buat peringkat maka nyatalah bahwa cinta kepada Allah adalah puncaknya. Ia adalah yang tertinggi, paling agung dan paling bermanfaat. Begitu bermanfaat cinta kepada Allah ini, sehingga tangga-tangga menuju kepadanya pun merupakan hal-hal yang bermanfaat pula. Diantaranya berupa taubat, sabar dan zuhud. Apabila cinta diibaratkan sebuah pohon maka ia pun akan menghasilkan buah-buah yang bermanfaat seperti rasa rindu dan ridha kepada Allah.
Mengapa kita mesti cinta kepada Allah ? banyak sekali alasannnya.
Diantaranya adalah karena Allah lah yang memberikan nikmat kepada kita,
bahkan segala nikmat. Sedangkan hati seorang hamba tercipta untuk
mencinta orang yang memberikan kebaikan kepadanya. Kalau demikian,
sungguh sangat pantas apabila seorang hamba cinta kepada Allah, karena
Dialah yang memberikan semua kebaikan kepada hamba.
“Dan apa-apa nikmat yang ada pada kalian , maka itu semua dari Allah”
(QS Al Baqarah : 165)
(QS Al Baqarah : 165)
Seorang hamba di setiap pagi dan petang, siang dan malam selalu
berdoa, memohon dan meminta pertolongan kepada Allah. Dari doa tersebut
kemudian Allah memberikan jawaban, menghindarkan hamba dari bahaya,
memenuhi kebutuhan hamba tadi. Keterikatan ini mendorong hati untuk
mencinta kepada dzat tempat ia bermohon.
Setiap insan pun tak lepas dari dosa dan kesalahan, maka Allah selalu
membuka pintu taubat kepada hamba tadi, bahkan Allah tetap memberikan
rahmah meski hamba kadang tidak menyayangi dirinya sendiri.
Kebaikan-kebaikan yang dibuat hamba, tak ada sesuatu pun yang mampu
diharap untuk memberi balasan dan pahala kecuali Allah semata.
Terlebih lagi, Allah telah menciptakan hamba, dari sesuatu yang tak
ada menjadi ada. Tumbuh, berkembang dengan rizki dari Allah Ta’ala. Maka
ini menjadi alasan kenapa hamba semestinya cinta kepada Allah.
Cinta memang menuntut bukti. Tak hanya sekedar ucapan, seperti
pepatah orang arab ‘semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan
Laila namun si Laila tak pernah mengakuinya’. Dan wujud cinta ilahi
dibuktikan dengan
“Katakanlah apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku
(Rasulullah) maka Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa
kalian” (QS Ali Imran : 31)
mengikuti sunah nabi dan juga berjihad di jalan Allah Ta’ala.
Cinta karena Allah / cinta di jalan Allah
Cinta karena Allah tentu saja mengikuti cinta yang pertama. Seperti dalam kehidupan, ketika kita cinta kepada seseorang maka apa yang dicintai oleh orang yang kita cinta pun kita sukai pula. Cinta karena Allah adalah cinta kepada ‘person’ yang dicinta Allah seperti para nabi, rasul para sahabat nabi dan orang-orang shalih. Cinta karena Allah jua berujud cinta kepada perbuatan shalih seperti shalat, puasa zakat, berbakti kepada orang tua, memuliakan tetangga, berakhlaq mulia, menuntut ilmu syar’i dan segala perbuatan baik yang lain. Dengan demikian, ketika seoarng muslim mencinta seseorang atau perbuatan maka ia punya sebuah barometer “apakah hadir pada perbuatan maupun orang tadi hal yang dicinta Allah”. Bagaimana kita tahu kalau suatu perbuatan dicinta Allah? Jawabnya adalah, apabila Allah perintahkan atau diperintahkan Rasulullah berupa hal yang wajib maupun yang sunnah(mustahab).
Cinta karena Allah tentu saja mengikuti cinta yang pertama. Seperti dalam kehidupan, ketika kita cinta kepada seseorang maka apa yang dicintai oleh orang yang kita cinta pun kita sukai pula. Cinta karena Allah adalah cinta kepada ‘person’ yang dicinta Allah seperti para nabi, rasul para sahabat nabi dan orang-orang shalih. Cinta karena Allah jua berujud cinta kepada perbuatan shalih seperti shalat, puasa zakat, berbakti kepada orang tua, memuliakan tetangga, berakhlaq mulia, menuntut ilmu syar’i dan segala perbuatan baik yang lain. Dengan demikian, ketika seoarng muslim mencinta seseorang atau perbuatan maka ia punya sebuah barometer “apakah hadir pada perbuatan maupun orang tadi hal yang dicinta Allah”. Bagaimana kita tahu kalau suatu perbuatan dicinta Allah? Jawabnya adalah, apabila Allah perintahkan atau diperintahkan Rasulullah berupa hal yang wajib maupun yang sunnah(mustahab).
Cinta yang disyariatkan diantaranya adalah cinta kepada saudara seiman
“Tidak beriman salah seorang diantara kalian sampai mencintai
saudaranya sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri” (HR
Bukhari dan Muslim)
Cinta ini bermanfaat bagi pelakunya sehingga mereka layak mendapatkan
perlindungan Allah di hari tiada perlindungan kecuali perlindungan
Allah saja.
Cinta bersama Allah
Kecintaan ketiga ini adalah cinta yang terlarang. Cinta bersama Allah berarti mencintai sesuatu selain Allah bersama kecintaan kepada Allah. Membagi cinta, adalah model cinta yang ketiga ini. Kecintaan ini hanyalah milik orang-orang musyrik yang mencintai sesembahan-sesembahan mereka bersama cinta kepada Allah. Seperti firman Allah:
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan, yang mereka mencintai tandingan tadi sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat besar cinta mereka kepada Allah “
(QS Al Baqarah : 165)
Kecintaan ketiga ini adalah cinta yang terlarang. Cinta bersama Allah berarti mencintai sesuatu selain Allah bersama kecintaan kepada Allah. Membagi cinta, adalah model cinta yang ketiga ini. Kecintaan ini hanyalah milik orang-orang musyrik yang mencintai sesembahan-sesembahan mereka bersama cinta kepada Allah. Seperti firman Allah:
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan, yang mereka mencintai tandingan tadi sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat besar cinta mereka kepada Allah “
(QS Al Baqarah : 165)
Kecintaan ini bisa ditujukan kepada pohon, berhala, bintang,
matahari, patung , malaikat, rasul dan para wali apabila kesemuanya
dijadikan sesembahan selain Allah.
Terus bagaimana cinta kita kepada anak, harta, pakaian, nikah dan
kepada hal yang berhubungan dunia ? Cinta yang seperti ini adalah cinta
yang disebut sebagai “cinta thabi’i” cinta yang sesuai dengan tabiat
artinya wajar-wajar saja. Apabila mengikuti kecintaan kepada Allah,
mendorong kepada ketaatan maka ia bermuatan ibadah. Sebaliknya bila
mendorong kepada kemaksiatan maka ia adalah cinta yang tercela dan
terlarang.
http://tarbiyahislam.wordpress.com/2007/08/10/di-antara-berjuta-cinta/
http://tarbiyahislam.wordpress.com/2007/08/10/di-antara-berjuta-cinta/
0 komentar:
Post a Comment